Cari Blog Ini

Kamis, 30 Desember 2010

Emplasemen Stasiun Kecil

Untuk memungkinkan kereta api bersilangan dan bersusulan, di emplasemen stasiun kecil terdapat dua atau tiga stasiun kecil terdapat dua atau tiga jlan rel, yang terdiri atas satu jalan rel tersusun dan satu atau dua jalan rel silangan/susunan.


Emplasemen Stasiun Sedang

Emplasemen stasiun sedang mempunyai jumlah jalan rel yang lebih banyak dibandingkan pada stasiun kecil.

Notasi Pada gambar :
a  : Jalan Rel
b  : Jalan Rel Penyimpanan
c  : Jalan Rel Langsiran
d  : Jalan Rel untuk lokomotif
e  : Jalan Rel untuk Kereta barang
S  : Gedung Utama Stasiun
B  : Tempat Bongkar muat barang
L  : Tempat penyimpanan barang
P  : Peron  

Emplasemen Stasiun Besar

Jalan-jalan rel di emplasemen stasiun besar tidak semuanya akan berdampingan letaknya, tetapi dapat dalam bentuk perpanjangannya. Pada stasiun yang sangat besar, stasiun penumpang, pelayani barang dan langsiran dipisahkan. Pemusahan ini bukan berarti bahwa jalan rel untuk langsiran harus terletak jauh dari jalan rel utama, tetapi dapat dengan cara memasang jalan rel isolasi.



Emplasemen Stasiun Barang
 

Emplasemen barang dibuat khusus untuk melayani pengiriman dan penerimaan barang. Sesuai dengan kegunaannya maka emplasemen barang biasanya terletak di daerah industri, perdagangan atau pergudangan.






Emplasemen Langsir

Pembuatan emplasemen langsir (marshealing yard) dimaksudkan sebagai fasilitas untuk menyusun kereta/gerbong (dan lokomotifnya ). Pada suatu kebutuhan angkutan tertentu (misalnya pada kereta barang) gerbong yang akan ditarik oleh lokomotif perlu disusun sedemikian sehingga sesuai dengan stasiun tempat tujuannya. Penyusunan gerbong tersebut jangan sampai mengganggu operasi kereta api yang lain, sehingga diperlukan suatu fasilitas  tersendiri untuk keperluan tersebut yaitu emplasemnen langsir.
Kegiatan langsir yang dilakukan di emplasemen langsir pada umumnya ialah sebagai berikut :
1.                  Gerbong-gerbong yang datang dipisah (dilepasa dari rangkaian kereta api),
2.                  Gerbong-gerbong tersebut, setelah dipisah kemudian dipilah menurut jurusan yang kan  
            dituju,
3.                  Gerbong-gerbong yang telah dipisah menurut jurusannya dipilah dan dilkelompokkan sesuai 
           urutan stasiun tujuan,
4.                  Gerbong-gerbong yang telah terpilah sesuai jurusan dan terkelompokan sesuai dengan stasiun tujuan dirangkai menjadi rangkaian kereta apiyang siap diberangkatkan.

Untuk memberikan fasilitas kegiatan langsir seperti tersebut di atas, pada umumnya susunan emplasemen langsir ialah terdiri atas susunan jalan rel (sepur) sebagai berikut
a.                   Susunan Sepur kedatangan,
b.                  Susunan Sepur untuk pemilahan jurusan,
c.                   Susunan sepur untuk pemilahan menurut stasiun, dan
d.                  Susunan Sepur keberangkatan.

Pada gambar dimaksud terlihat tiga pengelompokan tempatlangsiran, yaitu :
1.    Langsiran Kedatangan,
2.    Langsiran Pemisah,
3.    Langsiran pemilah dan keberangkatan.


Beberapa Contoh Emplasemen Barang yang Ada di Indonesia

1.      Stasiun Solo Balapan
Stasiun Solo Balapan (kode: SLO, +93m) adalah stasiun induk di kota Surakarta, tepatnya di wilayah Kelurahan Kestalan dan Gilingan, Banjarsari, Surakarta. Nama "Balapan" diambil dari nama kampung yang terletak di sebelah utara komplek setasiun. Stasiun ini terletak di jalur kereta api yang menghubungkan Kota Bandung, Jakarta, Surabaya, serta Semarang.
Stasiun Solo Balapan memiliki dua emplasemen, yaitu emplasemen Utara dan Selatan. Emplasemen Selatan memiliki lima sepur/jalur sedangkan emplasemen Utara memiliki tujuh sepur. Emplasemen Selatan umumnya dipakai untuk pelayanan KA penumpang, sementara Emplasemen Utara lebih diperuntukkan untuk pelayanan KA barang dan pemberangkatan kereta api Senja Utama Solo. Ke arah timur, terdapat dua jurusan, rel arah ke utara menuju ke Semarang, rel ke timur menuju Surabaya. Di sisi timur setasiun terdapat segitiga pembalik (wye) yang memungkinkan rangkaian kereta api berbalik arah seluruhnya dengan menggunakan prinsip langsir. Sisi-sisi segitiga pembalik ini juga memungkinkan kereta api dari timur (dari setasiun Solo Jebres) untuk langsung ke utara / ke Semarang tanpa lewat setasiun Solo Balapan dan sebaliknya. Di dekat segitiga pembalik ini terdapat Depo BBM Pertamina, yang rel masuknya juga dari salah satu sisi segitiga pembalik ini.


2.      Stasiun Binjai
Stasiun Binjai (BIJ) adalah stasiun kereta api yang terletak di Binjai Timur, Binjai. Stasiun yang terletak pada ketinggian ±29,52 m dpl ini berada di Divisi Regional 1 Sumatera Utara dan NAD. Tidak seperti kebanyakan stasiun lain di Sumatera Utara yang sudah berganti arsitektur, Stasiun Binjai masih mempertahankan gaya bangunan kolonial semenjak masa pembangunannya dulu.
Stasiun Binjai saat ini masih tidak melayani pemerjalanan KA menuju Besitang karena proses penggantian bantalan dari kayu ke beton. Selain itu, stasiun ini juga tidak lagi melayani angkutan barang. Pada masa lalu, terdapat 4 stasiun antara Medan-Binjai, yakni Sikambing, Sunggal, Sungai Semayang, dan Diski.
Dahulu, Stasiun Binjai merupakan persimpangan jalur ke Besitang dan jalur ke Kuala. Namun saat ini jalur KA ke Kuala sudah mati dan yang tersisa hanyalah bekas-bekasnya saja. Jalur KA menuju Kuala dan Besitang terdapat di sebelah Utara stasiun Binjai.
Stasiun Binjai dahulu memiliki 6 jalur KA, namun sekarang hanya tersisa 3, yang seluruhnya mmenggunakan rel R25. Di ujung utara stasiun ini juga masih terdapat sisa menara air dan sumurnya, serta corong pipa pancuran pengisian air untuk lokomotif uap di ujung utara dan selatan emplasemen stasiun ini.

3.      Stasiun Tegowanu
tasiun Tegowanu (TGW) berada di petak antara Brumbung (BBG) dan Gubug (GUB). Lokasinya berada di dekat persawahan tepi desa. Akses menuju ke sana cukup mudah, melalui pertigaan jalan dekat perbatasan Demak-Grobogan.
Rangkaian kereta cukup panjang, hampir memenuhi emplasemen di jalur satu. Diantara banyak gerbong datar PPCW, terlihat ada beberapa gerbong datar eks Kurs yang lain. Diantaranya PPCW Kurs Barang Dinas dan PPCW eks Kurs Baja Coil.

                                                                                                                                      






Istilah Kereta Barang
Seperti telah diketahui, yang dimaksud dengan kereta api (train) adalah serangkaian kendaraan (vehicles) yang berjalan pada sistem rel (rail transport). Rangkaian ini terdiri dari satu atau lebih tenaga penggerak (motive power) dan sejumlah kereta (carriage, cars). Sistem rel yang digunakan juga bermacam-macam, dari segi jumlah biasanya berupa dua rel atau bisa juga rel tunggal (monorail). Jenis, ukuran dan lebar rel juga sangat bervariasi.
Pada jaman modern saat ini, tenaga penggerak kereta lazimnya berupa lokomotif (locomotive) dengan sumber daya diesel atau listrik. Pada era sebelumnya digunakan lokomotif uap (steam locomotive) dengan sumber daya mesin uap. Dimungkinkan juga menggunakan sumber penggerak lain, seperti kuda, sapi, manusia, tali atau kabel, gravitasi dan penumatis.
Untuk kereta sendiri dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kereta penumpang (passanger cars) dan kereta barang (freight cars). Namun ada juga yang menggunakan istilah yang sedikit berbeda. Disebut Kereta untuk angkutan penumpang dan Gerbong untuk angkutan barang. Untuk yang menggunakan istilah berbeda ini, mungkin mengadopsi istilah dari Inggris, yaitu coaches untuk penumpang dan wagons untuk barang.
Jadi yang dimaksud dengan Kereta Barang disini adalah, satu atau serangkaian gerbong (cars, wagon) yang digunakan untuk mengangkut barang (freight, goods), yang digerakkan beberapa sumber tenaga, dan berjalan pada berbagai tipe sistem rel.
Kendaraan untuk angkutan barang disebut gerbong. Persyaratan teknis gerbong tidak terlalu menuntut kecepatan dan kenyamanan. Konstruksi yang diperlukan adalah untuk menjaga agar barang yang diangkut utuh dan tidak rusak sampai di tujuan. Upaya untuk mendapatkan berat muat yang optimal menjadi ukuran keberhasilan dari rancangan bangunan gerbong.
Angkutan barang secara umum sangat heterogen dan beberapa memerlukan perlakuan khusus. Untuk dapat melayani berbagai jenis barang, perusahaan jalan rel harus menyediakan beberapa tipe gerbong yang dapat digunakan pada berbagai kemungkinan. Untuk jenis barang yang mempunyai volume angkutan tinggi dan memerlukan angkutan terus menerus mungkin perlu ada gerbong khusus.

Jumlah armada yang dibutuhkan untuk angkutan barang lebih sulit untuk dirumuskan dibanding unutk angkutan penumpang. Pada perusahaan jalan rel yang melayani angkutan barang yang sangat beragam dan dari lokasi yang tersebar maka jumlah armada yang dibutuhkan tergantung pada cara pengoperasian gerbong.

Angkutan kurs adalah angkutan yang melayani perjalanan bolak-balik dari satu titik asal sampai ke titik tujuan yang tertentu. Gerbong akan berjalan isi dan kembalinya berjalan kosong. Peredaran gerbong dijaga untuk tidak keluar dari jalur yang sudah ditentukan. Pada cara ini manajemen peredaran gerbong mudah, karena gerbong tidak akan keluar dari jalur yang sudah ditentukan. Namun dari segi pendapatan sebenarnya rugi karena setengah dari waktu perjalan adalah kosong. Dalam negosiasi tarif perlu diperhitungkan bahwa perjalanan kosong juga memerlukan biaya dan harus dapat ditutup dari tarif yang disepakati.

Lebih menguntungkan sebenarnya jika gerbong digunakan dari satu stasiun ke stasiun lain dengan perjalanan isi dan pada stasiun tujuan sudah menunggu muatan lain untuk tujuan stasiun berikutnya. Jika hal ini dapat dilakukan secara sambung menyambung dan sebagian waktu perjalanan gerbong ada dalam keadaan isi maka didapat pemanfaatan gerbong yang tinggi. Waktu perjalanan kosong ditekan sekecil mungkin.

Dalam mengelola gerbong dikenal istilah Waktu Peredaran Gerbong (WPG) yang berupa jumlah hari rata-rata gerbong dari satu muatan ke muatan berikut. Menghitung WPG dilakukan dengan cara mengalikan jumlah gerbong yang siap operasi dengan jumlah hari pada periode pengamatan. Hasil perkalian tadi dibagi dengan jumlah gerbong yang mendapat muatan pada kurun waktu tersebut sehingga didapat angka rata-rata gerbong dari muatan yang satu ke muatan yang lain dalam satuan hari.
Jumlah gerbong siap operasi yang melebihi kebutuhan operasional, akan menyebabkan WPG tinggi. Demikian juga banyaknya perjalanan kosong akan menaikkan angka WPG. Disinilah perlunya kepintaran dalam menentukan WPG yang optimal.


Sejarah Kereta Angkutan Peti Kemas
Sejarah kereta angkutan peti kemas sendiri dimulai sekitar tahun 1985. Pada masa itu gerbong peti kemas masih dirangkaikan dengan rangkaian kereta barang reguler.
Sekitar tahun 1987 dimulai angkutan peti kemas dengan SKAB (Sistem Kereta Api Blok), dengan relasi Tanjungpriuk Gudang (TPKG) – Gedebage (GDB) dan Jakarta Gudang (JAKG) – Surabaya Pasarturi (SBI). Khusus relasi JAKG-SBI diberi nama Kurs Antaboga.
Pada tahun 2000 mulai dibuka angkutan peti kemas relasi Tonjongbaru (TOJB) – Kalimas (KLM). Namun karena pada masa itu pelabuhan Banten masih sepi, akhirnya dipotong sehingga menjadi Tanjungpriuk Gudang (TPKG) – Kalimas (KLM) saja. Saat itu kereta angkutan peti kemas bisa masuk ke pelabuhan, namun kemudian berhenti hanya sampai Pasoso.
Disamping angkutan peti kemas reguler, pernah juga ada angkutan peti kemas temporer dari Kalimas (KLM) – Rambipuji (RBP) dan Solo Jebres (SK) – Semarang Gudang (SMG).

Foto diatas ini adalah Kereta Api pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM), yang sedang menjalani dinasnya dari Stasiun Tegal menuju Stasiun Maos, Cilacap. Pada saat KA BBM tersebut berangkat dari Tegal dapat dipastikan bahwa isi dari gerbong tersebut dalam kondisi kosong. Sementara biaya operasional sepanjang perjalanan yang harus ditanggung tetaplah ada. Karena itu biayanya harus dapat ditutupi pada saat angkutan KA BBM berjalan dalam kondisi gerbong terisi, yaitu pada perjalanan sebaliknya dari Maos menuju ke Tegal. Dalam hal ini dapat saja terjadi dua macam persepsi pada perjalanan KA BBM, bisa disebut “berangkat kosong pulang isi” ataupun “berangkat isi pulang kosong”

Sementara untuk angkutan Kereta Api Container (Peti Kemas) dengan gerbong PPCW dalam melakukan perjalanan dinasnya sangat dimungkinkan kondisi gerbong terisi penuh, baik dalam perjalanan berangkat maupun pulangnya. Misalnya dapat diambil contoh pada KA Container (KA 2203) yang berangkat dari terminal container Gedebage, Bandung. Setelah KA tersebut berangkat, seluruh muatan container siap dikirim ke pulau lain atau di ekspor ke negara lain melalui Stasiun Pasoso, Tanjung Priok.
Di Pasoso inilah tempat terjadinya bongkar-muat alias tukar-menukar container yang akan dikirim ke atau diambil dari kapal laut dengan menggunakan jasa transportasi kereta api. Setelah semua container diturunkan di Stasiun Pasoso, kemudian tanpa menunggu waktu lama, Container yang telah tersedia di emplasemen Stasiun Pasoso siap diangkut lagi ke atas gerbong PPCW. Container tersebut bisa saja berisi barang impor ataupun lokal. Setelah rangkaian siap, maka KA Container (KA 2204) akan berjalan kembali pulang ke Bandung.

Kemudian ada lagi angkutan barang cepat dengan menggunakan kereta api, yaitu dinamakan KA Antaboga. Berangkat dari Stasiun Jakarta Gudang pada malam hari sekitar pukul 22.00, KA Antaboga (KA 1006) siap mengantarkan berbagai macam barang dengan gerbong GGW-nya menuju Stasiun Surabaya Pasar Turi via Cirebon, Tegal, Pekalongan dan Semarang. Barang di dalamnya pun tampaknya lebih aman karena model gerbongnya yang tertutup, sehingga terbebas dari terpaan angin dan air hujan jika cuaca sedang buruk.
Pada saat perjalanan pulang dari Surabaya, gerbong inipun tidak selamanya harus terisi barang di dalamnya. KA Antaboga (KA 1005) yang menuju Jakarta ada kalanya berjalan dalam kondisi kosong, hal ini dilakukan semata-mata untuk menjaga agar tidak terjadi “kepincangan” jumlah gerbong. Stok barang yang telah menumpuk dan siap kirim dari Jakarta Gudang tetaplah harus terlayani. Karena itulah alasan mengapa rangkaian gerbong harus tetap siap tersedia.


Kapasitas Muat Gerbong

Setiap kendaran pasti memiliki batas kapasitas muatan. Hal ini berkaitan dengan faktor kekuatan konstruksi kendaraan, kekuatan jalan, dan keselamatan. Demikian pula halnya dengan kereta barang, setiap gerbong juga memiliki kapasitas muat tertentu.
Kapasitas muat pada gerbong barang, disamping dituliskan dalam bentuk angka, juga ditunjukkan dengan simbol. Simbol yang dipakai adalah bentuk lingkaran. Bentuk dan jumlah lingkaran memiliki arti kapasitas muat tertentu.
Simbol satu lingkaran dengan garis tengah, menunjukkan kapasitas muat sebesar 10 Ton. Sedangkan simbol satu lingkaran penuh, menyatakan kapasitas muat sebesar 15 Ton. Sedangkan jumlah lingkaran menunjukan kelipatan kapasitas muat.
Untuk gerbong dengan simbol dua lingkaran bergaris tengah berselingkup, artinya memiliki kapasitas muat sebesar 20 Ton. Contoh gerbong dengan kapasitas muat semacam ini terlihat pada gerbong tipe GW.
Simbol dua lingkaran penuh berselingkup, menunjukkan kapasitas muat sebesar 30 Ton. Gerbong dengan kapasitas muat 30 Ton ini yang paling banyak dijumpai pada era sekarang.
Simbol tiga lingkaran penuh, menunjukkan kapasitas muat sebesar 45 Ton. Gerbong model ini bisa dilihat pada gerbong datar tipe PPCW seri 45xxx dan gerbong datar tipe PKPKW
Yang perlu diperhatikan, jumlah simbol lingkaran tidak berkaitan dengan jumlah gandar yang dimiliki gerbong. Jumlah lingkaran hanya menunjukkan kapasitas muat. Dapat dibandingkan antara gerbong PPCW seri 45xxx dan gerbong PKPKW. Keduanya sama-sama memiliki simbol tiga lingkaran penuh. Pada gerbong PPCW seri 45xxx memiliki empat gandar, sedangkan gerbong PKPKW memiliki 6 gandar.
Demikian pula dengan gerbong tangki KR dan gerbong GW pada foto diatas. Keduanya sama-sama memiliki dua gandar, namun memiliki kapasitas muat berbeda seperti ditunjukan simbol lingkarannya.

Gerbong Ketel HSD
Salah satu gerbong ketel untuk angkutan cairan BBM adalah Gerbong Ketel HSD. Gerbong dengan muatan khusus ini dimiliki dan untuk melayani kebutuhan internal PT Kereta Api saja. HSD sendiri adalah High Speed Diesel, satu jenis solar yang digunakan sebagai bahan bakar lokomotif diesel.
Gerbong ketel ini umumnya bertipe K, dimana hanya memiliki roda dengan dua gandar. Sistem pengereman masih manual rem tangan, sesuai kodenya R. Namun ada juga yang asalnya bertipe W (sistem rem tekanan udara), yang kemudian karena rusak dimodifikasi menjadi tipe RU.
Gerbong ketel HSD ini memiliki beberapa varian warna. Ada yang memiliki warna biru muda dengan sterip putih, seperti bebrapa yang ada di dipo lomomotif Poncol Semarang. Ada juga yang berwarna hijau tua polos, seperti yang dimiliki dipo lokomotif Sidotopo, Surabaya. Varian yang lebih lama memiliki warna hijau muda, seperti yang terlihat di Pasar Turi, Surabaya.
Gerbong GR dan Lokomotif D52
Kereta barang pada era kejayaan lokomotif uap. Dipotret antara petak Saradan-Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur, sekitar tahun 1973-1974.
Rangkaian kereta barang dengan gerbong GR ditarik lokomotif uap D52. Pada satu gerbong GR tertulis kode TR dan gerbong lain kode BT. TR lengkapnya ETR, berarti Eksplorasi Timur. BT lengkapnya EBT, berarti Eksplorasi Barat. Di Pulau Jawa terdapat beberapa Daerah Eksplorasi pada era PJKA.

Gerbong Datar Tipe PKR
Gerbong datar PKR sedang membawa tangki beton, produksi suatu pabrik beton cetak di daerah Weltevreden (Gambir) Batavia. Lokomotif yang menghela gerbong adalah milik Perusahaan KA SS (Statspoorwegen), buatan Fox Walker, Bristol.
Terlihat gerbong datar yang digunakan adalah tipe depressed flat cars. Dibagian tengah gerbong lebih rendah daripada ujungnya, sehingga perlu diganjal balok kayu supaya posisi rata.
Gerbong datar memang bersifat multiguna, dapat untuk membawa berbagai tipe barang. Namun demikian, muatan khusus seperti foto diatas, sangat jarang terjadi atau terdokumentasi. Mungkin karena sifatnya yang insidental sesuai kebutuhan saja.

Gerbong Datar Tipe PPCW
Dari banyak tipe gerbong yang pernah ada di Indonesia, salah satunya adalah Gerbong Datar Tipe PPCW. Gerbong datar sendiri, merupakan tipe gerbong yang bentuknya paling sederhana. Susunannya berupa kerangka besi datar, tanpa dinding samping dan penutup atas, serta disangga pasangan roda (dan bogie).
Di Indonesia, gerbong datar memiliki kode P. Kode P adalah singkatan dari Platte wagens, yang berarti Gerbong Datar.Kode ini telah digunakan sejak jaman kereta api Belanda. Sementara kode PP menunjukan gerbong tersebut memiliki roda bergandar empat. Kode W menunjukkan salah satu tipe rem, yaitu menggunakan rem udara bertekanan (compressed air brake). Kode W diambil dari produsen sistem rem ini yaitu Westinghouse Air Brake Company (WABCO).
Terdapat dua macam model pada bagian permukaan yang datar. Model yang lebih lama yaitu berupa lembaran plat besi utuh. Model  yang  terbaru yaitu  hanya berupa sebagian kerangka atau plat berlubang. Pada model dengan plat utuh, secara umum memiliki bobot kosong yang lebih berat, namun memiliki keluwesan dalam hal jenis muatan. Untuk model berupa kerangka,  biasanya digunakan untuk  muatan peti kemas  (container) .
Gerbong G NISM standard gauge
Rangkaian kereta barang milik Nederlands Indische Spoor Maatschapij (NISM), sedang stabling di depan Pabrik Gula Bantul. Kereta barang ini akan memuat produksi gula yang akan didistribusikan.
Gerbong G milik NISM (Doc KITLV)
Kereta barang terdiri dari gerbong G dengan dua gandar. Pada samping gerbong tertera tulisan NISM G 5, yang menunjukkan gerbong tipe G milik NISM.
Gerbong G milik NISM lebar rel 1435 mm (Doc KITLV)
Gerbong ini merupakan tipe lama. Belum memiliki bordes yang seperti gerbong sekarang. Tempat duduk juru rem berada di atas atap. Untuk mencapainya harus naik dengan menggunakan tangga di sisi gerbong.
Memiliki tipe coupler Chain – Buffer, standard eropa. Tipe coupler Chain – Buffer ini model lama, dilengkapi sepasang rantai untuk antisipiasi kegagalan coupling. Hal ini berkaitan dengan sistem pengereman yang belum sepenuhnya fail safe.

Gerbong Harimau di Kereta Tram Malang

Gerbong Z milik MS bermuatan harimau Jawa
Satu lagi sebuah muatan gerbong barang yang unik. Seekor harimau Jawa didalam kandang, sedang proses pengangkatan kedalam gerbong. Tidak ada keterangan pasti, apakah harimau itu baru saja ditangkap dari alam, atau milik suatu pertunjukan sirkus.
Pada situs milik TC, disebutkan bahwa gerbong tersebut milik Perusahaan Tram Uap Madura (Madura Stoomtram Maatschappij), yang lokasinya berada di Pulau Madura. Menurutnya hal itu berdasarkan pada kode MS yang tertulis disisi gerbong.
Namun berdasarkan beberapa sumber rujukan lain, kode MS adalah milik Perusahaan Tram Uap Malang (Malang Stoomtram Maatschappij). Sementara untuk Madura kodenya adalah MT. Dengan demikian lokasinya berada di Pulau Jawa, kemungkinan sekitar daerah Malang.
Gerbongnya sendiri berupa bak terbuka, dengan dinding samping, berkode ZR. Kode Z yang berarti Zand, umumnya digunakan untuk mengangkut material pasir curah. Kode Z tunggal berarti memiliki roda gandar dua, dan kode R berarti sistem pengeremannya dengan tangan.
Gerbong terbuka tipe Z tersebut masih sangat sederhana sekali. Dindingnya masih terbuat dari kayu, sebagaimana umumnya gerbong pada masa itu. Yang menarik lagi, perangkat rem hanya ada pada satu bagian gandar saja. Pada masa sekarang lazimnya perangkat rem ada pada kedua gandar.
Saat ini, gerbong terbuka tipe Z sudah digantikan gerbong besi ZZ yang lebih modern. Tak ada lagi sisa-sisa gerbong Z yang masih terlihat. Nampaknya gerbong ini ikut punah bersama punahnya harimau Jawa.


















1 komentar: